Sabtu, Maret 19, 2011

BAHASA KEMERDEKAAN


Yang benar “Bung Hatta menenegaskan didepan sidang pengadilan DenHaag, 9 maret 1928, ialah bahwa kami sudah dibebaskan dari hipnosis kolonial. Dari sini kami dapat melihat kenyataan kolonial dengan jelas.”
Dalam pidato pembelaannya itu, Bung Hatta menampilkan bahasa atau diskursus tentang “prinsip kesamaan” bangsa-bangsa. Bahsa ini juga dilancarkan oleh soewardi soerjaningrat kala menulis als ik eens nederlander was atau oleh Bung Karno kala menyampaikan risalahnya yang terkenal Indonesia Menggugat.
Dua tahun sebelumnya, Bung Hatta menyatakan bahwa antagonisme antara eropa dan asia tak lain adalah antagonisme antara whitemanity melawan humanity. Di zaman itu, bangsa-bangsa eropa denga berbagai cara memang selalu mengumandangkan superioritasnya atas bangsa-bangsa yang mereka jajah. Pejajahan bertumpu diatas asumsi pebedaan derajat antar bangsa.
Tenu saja yang dianggab superioritas dan infioritas ras adalah sesuatu yang artifisial. Simaklah cerita perjalanan pertama Nhat Linh ke perancis dengan kapal laut tahun 1927. Novelis terkmuka Vietnam ini merekam betapa anehnya korelasi antara lokasi lokasi geografis dan perlakuan orang eropa terhadapnya. Dilaut china, ia di perlakukan bagai kotoran. Di teuk siam, ia dipandang sebagai nyamuk pembawa malaria. Ketika memasuki samudera hindia. Ia mulai dilihat dengan wajah bersahabat dan simpati. Saat kapal menyusuri laut tengah, mereka serta merta memperlakukan saya sebagai orng beradap dan terhormat. Rekaman Nhat linh ini menunjukkan betapa nisbinya asumsi tentang perbedaan derajat antar bangsa. Tapi alangkah kejamnya praktek ideologi perbedaan itu dalam strktur kolonial.
Diskursus tentang prinsip kesamaan bangsa bangsa tampil secara unik dan kompleks. Disni, berlaku  strategi ganda. Kedalam, ia menggalang berbagai kelompok, paham atau ideologi guna membina tingkat kohesi nasional untuk meghadapi penjajah. Ke luar, ia berusaha menandaskan afinitasnya dengan berbagai kelompok bangsa, paham atau ideologi yang juga menunturt kemerdekaan atau persamaan hak. Kenyataan ini membuat diskursus kesamaan kerap disalah pahami.
Syukurlah bahwa Pancasila ditampilkan pertama kalitidak dalam bahsa anti tesis yang telanjang. Ia telah disublimasikan. Ia sudah diangkat dari suatu konsep partikular menjadi gagasan gagasan yang tahan dan relevan secara Universal.

Terima kasih....tulisan ini merupakan resume yang saya buat dari sumber Tempo edisi 17 agustus 1991 dengan penulis MOCHTAR PABOTTINGGI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar