Sabtu, Februari 12, 2011

SEJAHTERA DAN DAMAI


KESEJAHTERAAN EKONOMI SEBAGAI UPAYA PEMELIHARAAN
PERDAMAIAN DAN PENCEGAHAN KONFLIK BARU DI ACEH
(Kajian pada Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong)
Suadi, M.Si[*]
ABSTRACT
This paper aims to address  Financial Aids for  Village Prosperity (BKPG) was engaged by Aceh Government.  How this program implicates to peacebuilding, peacekeeping, and new conflictpreventing  post vertical conflict “Aceh – Jakarata”. The financial aids were used more physical development (public infrastructure and health faciality) such as roads, irrigation, sanitation and village poly clinic (Polindes). The impact of BKPG to community welfare   is difficult to measure accurately, but generally it has given many benefits to society, such as access to new jobs vacancy, have physical development that cause them easy and cheap to do economic activities. The development activities of BKPG has increased earnings, prosperity and welfare of the village community in Muara Batu eventhougt not maxmimum. Based on this realty, BKPG can be perceived has contributed to peacekeeping and conflict preventing, because peace made community better in economic and politic. Beside that no internal conflict was found while project conducted.
Keyword: Ecomomic, Welfare, Peacekeeping and Conflictpreventing

PENDAHULUAN
Secara umum kesejahteraan diidentikkan dengan kemampuan ekonomi, yang merupakan manifestasi keberdayaaan ekonomi setiap individu, kelompok dan bangsa tanpa ketergantungan kepada pihak lain secara eksploitatif dan keterperpaksaan, adalah cita-cita idealnya guna dapat menjalani kehidupannya penuh kesejahteraan dan kedamaian. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut dan amanah MoU Helsinki mengabadikan perdamaian di Aceh, Pemerintah Aceh telah merancangkan satu program pemberdayaan masyarakat, yang dikenal dengan Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong (Memakmurkan Desa). Program ini merupakan salah satu strategi baru Pemrintah Aceh dalam upaya memakmurkan masyarakatnya melalui tingkat yang paling bawah. Hal ini juga merupakan implementasi paradigma pembangunan buttom up, yang diyakini oleh banyak pakar dapat mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pembangunan yang dilaksanakan secara top down telah mengusik integritas Aceh dalam Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) dan menimbulkan lahirnya gerakan separatis (Jusmailiani, 2001: 47), sehingga terjadinya konflik yang berkepanjangan antara Aceh dan Pemerintah Pusat Indonesia. Aceh terkesan seperti daerah jajahan Indonesia, masyarakatnya diperangi dan sumber daya alamnya diekploitasi.
Konflik vertikal “Aceh, GAM vs Jakarta, RI” telah berakrir melalui Perdamaian MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005. Perdamaian ini sudah memasuki usia lima tahun tiga bulan. MoU Helsinki telah mengantarkan Aceh ke depan pintu gerbang kemerdekaannya dalam NKRI, yaitu kemerdekaan imajiner atau Amagained State dengan status Daerah Otonomi Khusus versi RI, dan Self Government versi GAM yang secara ekspilisit tidak pernah disebutkan dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 tahun 2006. Namun demikian Pemerintah Aceh telah mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahannya secara otonom agar dapat mewujudkan Aceh makmur dan bermartabat berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan NKRI, bukan berdasarkan MoU Helsinki yang ‘melahirkan’ UUPA.. Kebijakan umum pembangunan Aceh diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan  keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional.
Untuk merawat perdamaian tersebut berbagai pihak pro perdamaian telah melaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung peace building di Aceh. Pemerintah Aceh sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam memelihara perdamaian Aceh secara berkelanjutan telah menyusun berbagai macam program pembangunan sebagai upaya melestarikan perdamaian di Aceh dan mencegah munculnya konflik baru. Pelbagai program pembangunan tersebut sudah mulai dilaksanakan di berbagai sector dengan sumber dana APBN dan APBA serta donasi dari pihak Asing melaui NGO Internasional.
Pemerintah Aceh bersama NGO, baik lokal, nasional maupun internasional telah melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi dalam rangka pembangunan Aceh dari keterpurukan ekonomi, mengurangi pengangguran/kemiskinan. Pembangunan Aceh dilakukan secara menyeluruh di setiap kabupaten/kota dan gampong, baik bidang sarana dan infra struktur, seperti fasilitas umum, gedung pemerintah / pendidikan dan rumah-rumah dan fasilitas penduduk. Pembangunan bidang ekonomi, bidang kesehatan, bidang pendidikan termasuk juga bidang politik, penataan sistem dan manajemen kebijakan, penataan birokrasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
Khususnya bidang ekonomi nampaknya lebih menjadi prioritas pembangunan Aceh pada awal perdamaian. Hal ini tentu tidak terlepas dari pengalaman dan historis konflik Aceh yang berkepanjangan akibat dari kebijakan-kebijakan tidak bijaksana yang menimbulkan kemiskinan atau ketimpangan ekonomi, sehinga lahir gerakan separatis (GAM). Sebagaimana dinyatakan oleh para akademisi dan peneliti, bahwa GAM secara sosiologis muncul adalah akibat dari ketidakseriusan Pemerintah Pusat Indonesia dalam membangun Aceh dan mensejahterakan masyarakatnya (Abdul Rachman, dkk., 2003: 37), Aceh yang dikenal sebagai daerah modal bagi Republik Indonesia tertinggal dalam pembangunan (Isa Sulaiman, 2000: 4-6; Tippe, 2000: 35)
Berbagai macam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang telah diluncurkan dan dilaksanakan oleh berbagai organisasi pemerintah dan swasta yang konsern terhadap pembangunan Aceh pasca konflik dan tsunami tentu telah memberi manfaat kepada kehidupan masyarakat walaupun masih dalam keterbatasan. Aceh hingga saat ini memang masih menduduki level merah nasional. Masalah kemiskinan masih menjadi Pekerjaan Rumah paling utama untuk diselesaikan jika tidak berkeinginan konflik horizontal atau konflik vertical lokal mencuat kepermukaan dengan eskalasi kekerasan fisik.   .
Menurut Nurhasim (2008) konflik Aceh saat ini telah bergeser dari konflik vertical (Aceh – RI) ke konflik horizontal antar masyarakat Aceh sendiri (Aceh GAM dan Aceh RI), bahkan internal Aceh GAM sendiri telah terjadi konflik, seperti perceraian GAM dan SIRA pada pemilu 2009 yang sebagian anggota SIRA mendapat perlakuan kasar dari oknum GAM/PA (Suadi, 2009: 18). Hal serupa juga dinyatakan Ilyas (2008: xxi) bahwa Aceh diprediksikan dua puluh tahun ke depan (2007 – 2027) Aceh akan berada dalam masa kegelapan dan akan terjadi “Peperangan horizontal.” Selanjutnya ia mengatakan Aceh masih rentan konflik, siapa pun yang hidup di Aceh harus melakukan kegiatan-kegiatan perubahan yang dapat mencegah konflik horizontal (Serambi Indonesia, 2008: 18), yang disebabkan oleh kemiskinan dan akses kepada sumber ekonomi yang tidak adil dan merata. Kondisi ini tentu sangat tidak diharapkan oleh siapa pun yang mencintai dan diuntungkan oleh perdamaian. Hanya orang-orang yang diuntungkan oleh konflik Aceh yang mendambakan kondisi seperti ini.
Dalam upaya menanggulangi kemiskinan masyarakat Aceh yang masih menjadi ‘raport merah’, dan dinilai sebagai salah satu faktor penyebab munculnya konflik vertikal Aceh dan Pemerintah Pusat, Pemrintah Aceh pada tahun 2009 telah meluncurkan suatu program pembanguanan, yang dinamakan Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong  (BKPG), yang selanjutnya oleh mayarakat Aceh lebih dikenal dengan Program Peumakmu Gampong. Melalui program ini setiap gampong memperoleh bantuan dana sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Tahun depan (2011) setiap gampong akan memperoleh tambahan dana Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta).
Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah Aceh dalam mempercepat pembangunan, menanggulangi kemiskinan, memberdayakan masyarakat dan menguatkan pemerintahan gampong. Program ini diharapkan mampu menciptakan kemandirian masyarakat dan pemerintah gampong, sehingga masyarakat mampu merencanakan, melaksanakan dan memelihara hasil pembangunan. Dengan demikian kemakmuran dan kesejahteran masyarakat dapat terwujud.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji dampak dari program tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan implikasinya terhadap pemeliharaan perdamaian dan pencegahan konflik baru di Aceh. Kajian hanya difokuskan di Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Hal ini dianggap penting dilakukan sebagai tindakan evaluasi program secara ilmiah dan netral, sehingga Pemerintah tanpa merasa disudutkan oleh pihak oposisi politiknya, yang menyebabkannya enggan menerima masukan/kritikan. Disamping itu juga dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan sosial, khususnya sosiologi.

METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara, merupakan salah satu kecamatan di dalam wilayah ujung Kabupaten Aceh Utara di bagian Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Bireun. Ibukotanya adalah Krueng Mane. Kecamatan Muara Batu memiliki luas daerah 54,55 KM,  yang terdiri dari 2 kemukiman yaitu kemukiman bungkah dan kemukiman mane dan  jumlah gampong  sebanyak 24. Dari 24  desa yang dimiliki, jika diklasifikasikan maka hanya 2 desa yang merupakan desa swasembada, selebihnya tergolong desa swakarya. Adapun tapal batas wilayah adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan  berbatasan dengan Kecamatan Sawang
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bireuen
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Dewantara

Pendekatan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penilitian deskriptif. Menurut Danim (2002) pendekatan kualitatif adalah pendekatan sistematis dan subjektif yang digunakan untuk menjelaskan dan memberi makna atas fenomena secara holistis  dalam keseluruhan proses studi. Sumber data penelitian ini adalah primer (data lapangan) dan sekunder (literatur dan dokumen), yang dikumpulkan melalui observasi non partisipatif, wawancara mendalam dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara sistematis melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan verifikasi/penarikan kesimpulan. Hasil kajiannya dipaparkan secara deskriptif berdasarkan pemahaman terhadap data atau gejala yang ditemukan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG)
a.    Tujuan, Prinsip dan Sasaran Pengelolaan BKPG
 Berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 tahun 2009; Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) adalah bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Aceh dalam rangka percepatan pembangunan, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan penguatan pemerintahan gampong. BKPG merupakan upaya Pemerintah Aceh bersama kabupaten / kota dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan pemberian bantuan keuangan peumakmue gampong adalah :
(1)     Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat gampong.
(2)     Menurunkan jumlah penduduk miskin yang berada di gampong
(3)     Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan dalam bidang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan partisipatif sesuai dengan potensi gampong.
(4)     Meningkatkan kemandirian, swadaya, dan gotong royong masyarakat
(5)     Meningkatkan kinerja Pemerintah Aceh. Kabupaten/kota dan kapasitas Pemerintah Gampong dalam penyelenggaraan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Pelaksanaan BKPG menggunakan prinsip-prinsip transparansi, akuntabel, partisipatif, bertanggungjawab, tertib, berorientasi pada masyarakat miskin dan berkelanjutan. Sasaran dari BKPG adalah meliputi seluruh gampong  definitif di wilayah Propinsi Aceh. Adapun sumber pendanaan BKPG adalah:
a.       Anggran Pendapatan dan Belanja Negara
b.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
c.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kota
d.      Sumber-Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Sumber pendanaan dari APBN dipergunakan untuk pendampingan BKPG dan bantuan langsung masyarakat. Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong yang bersumber dari pemerintah Aceh untuk tahun 2009 dialokasikan sebesar Rp, 100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang disalurkan ke masing-masing rekening gampong. Dana BKPG baru dapat disalurkan apabila pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan dana paling sedikit  Rp. 50.000.000,-Sumber pendanaan dari APBK Kabupaten/Kota tersebut  diberikan dalam bentuk Alokasi Dana Gampong (ADG) sebesar Rp. 50.000.000,-  yang merupakan persyaratan untuk pencairan dana BKPG.
Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) yang bersumber dari pemerintah Aceh dipergunakan untuk :
a.    Pemberdayaan ekonomi masyarakat yaitu bantuan modal simpan pinjam kelompok perempuan (SPP), modal usaha masyarakat miskin, bantuan usaha milik gampong dengan jumlah paling besar 30 %.
b.    Peningkatan insprastruktur ekonomi gampong dalam skala kecil yaitu pembangunan pasar gampong, jalan, jembatan, gorong-gorong, saluran/parit, irigasi tersier,  sumber energi listrik bagi gampong terpencil, air bersih dan sanitasi lingkungan yang mampu dikerjakan oleh masyarakat.
c.    Peningkatan kualitas kesehatan yaitu untuk mendukung kegiatan pos yandu dan kegiatan puskesmas pembantu.
d.   Peningkatan kualitas pendidikan yaitu untuk mendukung pendidikan anak usia dini serta mendukung Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong dilarang dipergunakan uintuk:
-          Belanja aparatur
-          Belanja operasional pemerintahan gampong
-          Belanja administrasi
-          Keperluan pribadi aparatur gampong dan sumbangan lainnya
-          Pembiayaan kegiatan politik praktis /partai politik / pemilihan Geuchik
-          Kegiatan yang merusak lingkungan hidup
-          Kegiatan lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,  dan lain-lain sebagaimana yang tercantum dalam larangan PNPM mandiri.
Mekanisme perencanaan, pelaksanaan kegiatan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban kegiatan BKPG diintegrasikan dengan kegiatan PNPM Mandiri Pedesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan. 

b.        Implementasi Progam  BKPG
Dalam pelaksanaan BKPG semua kegiatannya dikelola oleh  Pemerintah Gampong dengan membentuk Tim Pelaksna BKPG dan didampingi oleh fasilitator gampong, asisten fasilitator Kecamatan (Asisten Fk). TP-BKPG yang keanggotaannya terdiri dari unsur perangkat gampong dan unsur masyarakat. Mereka diberdayakan untuk mengelola kegiatan-kegiatan BKPG. Fasilitator gampong juga dipilih dari dan oleh masyarakat. Keuchik (Kepala pemerintah Gampong) adalah penanggung jawab kegiatan BKPG. Sedangkan TP BKPG mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan BKPG, menyusun laporan kegiatan BKPG, ADG dan keuangan lainnya serta menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan.
Berdasarkan wawancara dengan Fasilitator Kecamatan  (FK) bahwa BKPG di Kecamatan Muara Batu mulai dilaksanakan pada bulan Januari 2009. Sebagaimana ungkapannya:
“Tahap sosialisasi Progam. BKPG sudah dimulai sejak awal tahun dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2009, dimana pelaksanaan sosialisasi program BKPG diintegrasikan dengan program PNPM, meskipun Peraturan Gebernur mengenai program BKPG disahkan pada bulan Mei” (wawancara, 5 September  2009).

Berikutnya ia menjelaskan bahwa “ Pada tahapan sosialisasi Fasilitator Kecamatan melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya :
-          Melaksanakan Musyawarah Desa (MD) sosialisasi, telah menghasilkan  keputusan diantaranya; terbentuknya tim pelaku BKPG di tingkat gampong (TP-BKPG) yang anggotanya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota, sedangkan bendahara adalah bendahara gampong.
-          Melaksanakan pelatihan KPMD untuk perbekalan pelaksanaan kegiatan di lapangan.
-          Melakukan penggalian gagasan di tingkat dosen serta pertemuan dengan kelompok perempuan yang didampingi oleh Asisten  (PL) dan Fasilitator desa.serta  TP- BKPG Untuk menjaring aspirasi masyarakat tingkat bawah (gagasan tingkat bawah),
-          Pelaksanaan Musyawarah Desa/gampong (MD) perencanaan, yang membahas berbagai gagasan yang muncul di tingkat duson untuk diputuskan bersama-sama, sekaligus akan menjadi satu dokumen perencanaan gampong yang disebut dengan RPJMG (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong) dan menentukan mana kegiatan yang diaplikasikan untuk kegiatan tahunan yaitu RKPG (rencana kegiatan Pembangunan Gampong).
-          RKPG yang sudah tersusun dibuat proposal gampong yang diajukan baik untuk kegiatan BKPG, PNPM dan ADG dan sumber-sumber pendanaan lainnya.
-          Pada bulan Mei 2009, penulisan usulan proposal kegiatan BKPG sesuai dengan hasil perencanaan yang diajukan ke kecamatan untuk di verifikasi kelayakan oleh Tim yang dibentuk di tingkat kecamatan. (yang direkrut sesuai dengan spesifikasi kegiatan)”.
Selanjutnya Fasilitator Tehnik menjelaskan bahwa progres  pelaksanaan kegiatan terus dilaksanakan sesuai jadwal dan tahapannya, yaitu:
-          bulan Juni 2009,  melakukan surve harga barang untuk pembuatan desain dan RAB sesuai dengan mata barang/kegiatan.  Hambatannya adalah pemahaman harga barang kurang respon dari masyarakat, maka fasilitator (FK/FT) harus lebih kontinyu untuk memberi pemahaman sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat.
-          Juli 2009, dilakukan pengajuan dana BKPG tahap pertama ke Propinsi. Permasalahan di gampong adalah tentang biaya operasional yang dikeluarkan dalam penyiapan berkas dokumen pengajuan dana BKPG  dimana biaya tersebut dibebankan pada dana ADG, sementara dana ADG masih dalam proses pencairan, sehingga biaya operasional tersebut harus ditanggung oleh gampong.
-          Agustus 2009, Pelaksanaan Musyawarah Gampong/Desa (MD) informasi hasil, tentang sosialisasi jenis kegiatan yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan permata barang, merekrut tenaga kerja sesuai kebutuhan. Jumlah mata barang yang harganya sebesar RP. 15.000.000,- atau lebih  harus dilakukan pelelangan, menentukan criteria dan supplier.
-          September 2009, melaksanakan rapat pelelangan berdasarkan RAB harga 1 mata barang yang biayanya lebih  Rp. 15.000.000,- , TP-BKPG melakukan pelelangan untuk  supplier minimal untuk 1 mata barang 3 supplier atau lebih, sekaligus menentukan pemenang, jenis upah, jadwal pelaksanaan, jenis barang, penanda tanganan kontrak pemasok barang.  Kemudian bagi mata barang yang biayanya kurang dari Rp. 15.000.000,- oleh TP-BKPG wajib membandingkan harga  minimal dari tiga pemasok dan untuk penentuaannya diambil  nilai terendah”. (Wawancara, 28 September 2009).

Pencairan dana BKPG direalisasikan pada bulan Oktober. Sebagaimana diungkapkan oleh Fasilitator Kecamatan (FK) bahwa:
“Pencairan dana Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) tahap pertama  untuk Kecamatan Muara Batu baru  dicairkan pada bulan Oktober 2009 dan akan  disalurkan ke gampong melalui rekening gampong masing-masing”. Jumlah gampong yang ada di Kecamatan  Batu  sebanyak 24 gampong” (wawancara. 30 September  2009).

Dalam pelaksanaannya, BKPG dilaksanakan secara partisipatif dengan memberikan akses kepada masyarakat miskin untuk dapat berpartisipasi secara maksimal. Sebagaimana dikatakan oleh Asisten Fasilitator Kecamatan, Raihan, SKM:
“ Salah satu prinsip BKPG adalah adanya partisipasi masyarakat pada kegiatan program, maka dalam pelaksanaan kegiatan BKPG pada setiap tahapan perlu dilibatkan masyarakat miskin, keterlibatan masyarakat  miskin mencapai 70 %. Mitra kerja program di gampong adalah KPMD maka keterlibatan masyarakat sudah dimulai sejak awal penyusunan program, partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan kegiatan pembangunan di gampong meningkat”. Selanjutnya dia juga menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan BKPG, pada tahapan awal kepercayaan masyarakat agak kurang,  namun sejak adanya realisasi kegiatan program kepercayaan masyarakat menjadi meningkat. Kendala dalam pelaksanaan tahapan kegiatan BKPG adalah  apabila kegiatan-kegiatan program jadwal pelaksanaannya bersamaan waktunya dengan kegiatan masyarakat ke sawah (musim tanam / musim panen) maka program kegiatan yang dilaksanakan tidak maksimal karena keterlibatan masyarakat kurang. Begitu juga untuk pelaksanaan kegiatan musyawarah di gampong yang sudah terjadwal harus ditunda” (wawancara, tanggal 21 Nopember 2009). 


Dampak Program BKPG terhadap Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat
Mengingat semua pelaku BKPG di gampong direkrut  dari unsur masyarakat dan aparatur gampong, mereka mengelola program dan melaksanakan kegiatan baik pembangunan fisik maupun non fisik maka dengan sendirinya kucuran program BKPG sangat memberikan dampak positif  kepada masyarakat.  Diantaranya program BKPG telah membuka akses perluasan kerja bagi masyarakat, dengan keterlibatan masyarakat langsung dalam mengelola kegiatan, mereka menerima  proses pembelajaran dan pemberdayaan (bekerja sambil belajar) yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kapasitas gampong dan masyarakat.
 Keterlibatan masyarakat sebagai pelaku program BKPG secara langsung tentunya mereka dididik untuk mengelola kegiatan, dan melaksanakannya. Mereka dididik untuk melakukan tugas-tugas pemberdayaan, melakukan tugas sosialisasi, melaksanakan tahapan musyawarah, menyusun perencanaan pembangunan dan membuat program kegiatan yang  baik seperti menyusun RPJMG, RKPG, membuat proposal dan menyusun RAB, mengelola anggaran, pembukuan dan lain-lain. Keterlibatan masyarakat dalam program banyak manfaat yang mereka dapatkan yaitu selain  meningkatnya pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola program dan pelaksanaan pembangunan di gampong, tentunya sebagai pelaku program mereka juga  mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
 Ditinjau dari perekrutan SDM, kucuran dana Program Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong (BKPG) oleh Pemerintah Aceh juga memberikan dampak positif pada  peningkatan pemerataan pendapatan  dan kesempatan bekerja kepada masyarakat. Yaitu untuk terselenggaranya proses pelaksanaan kegiatan BKPG pemerintah telah merekrut Asisten Fasilitator kecamatan untuk mendampingi pemerintah gampong dan membantu tugas-tugas fasilitator (FK/FT), per kacamatan 5 (lima) orang. Dengan demikian mereka sudah bekerja dan tentunya  mendapatkan  income sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan pemerintah Aceh. Hal ini dengan sendirinya mereka telah dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, kesejahteraan mereka juga dapat lebih meningkat dari sebelumnya.
Bantuan dana program BKPG dan dana pendamping lainnya seperti ADG dan program PNPM telah mempercepat peningkatan  pembangunan di gampong-gampong meskipun masih banyak sarana/prasarana insfratruktur gampong yang masih kurang dan  masih memerlukan adanya kucuran dana dari berbagai program bantuan lainnya. 
Memperhatikan jenis usulan kegiatan BKPG yang terdanai untuk masing-masing gampong,  tentunya sangat memberikan dampak terhadap kemajuan pembangunan di seluruh gampong yang ada di kecamatan Muara Batu. Meningkatnya pembangunan di gampong-gampong dan tersedianya bantuan dana untuk pengembangan modal usaha kepada kelompok perempuan akan mampu  memberikan kontribusi yang lebih baik terhadap tingkat kesejahteraan / kualitas hidup masyarakat tentunya.
Sebagaimana dikatakan Tarmizi selaku Sekretaris Gampong Meunasah Drang bahwa:
“Kegiatan pembangunan (pembuatan talud jalan Usaha Tani) sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dimana “Lebar Jalan usaha tani yang tersedia dulunya   1,5 M terjadi erosi tinggal 90 cm kemudian dengan rencana kegiatan pembuatan talud jalan  yang dananya bersumber dari dana BKPG sebesar Rp. 90.000.000,- dilakukan pembebasan lahan yaitu dari swadaya masyararakat dan sumber desa lainnya sepanjang lokasi talud jalan  sepanjang 388 M. lebarnya  1,5 meter maka lebar badan jalan sudah tiga meter. Dengan adanya talud jalan tidak akan terjadi erosi maka dengan sendirinya memudahkan masyarakat mengangkut hasil panen, arus transportasi lebih lancar” Wawancara 19 Nopember 2009).

Selanjutnya ia menambahkan bahwa selama ini masyarakat di lokasi tersebut sangat sukar mengangkut hasil panen karena jarak tempuh terlalu jauh, memerlukan biaya yang besar. Sekarang masyarakat lebih mudah mengangkut hasil panen karena jarak tempuh sudah dekat, dan dengan sendirinya biaya yang dikeluarkan juga lebih ringan. Dengan pengeluaran yang lebih kecil tentu dapat meningkatkan  pendapatan masyarakat” (wawancara. 19 Nopember 2009).
Hal ini dibenarkan oleh Mardiana masyarakat gampong Meunasah Drang,  hasil  wawancara sebagai berikut :
“Dengan adanya pembangunan  talut jalan usaha tani telah memberi kemudahan kepada masyarakat, mudah mengangkut hasil panen, yang dulunya untuk mengangkut hasil panen jarak tempuhnya agak sukar terlalu jauh, biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut padi lebih besar, sekarang ada juga masyarakat yang mengangkut padi sendiri tidak lagi diupah karena jarak jangkaunya sudah dekat. biaya yang dikeluarkan jadi lebih ringan. Kalaupun diupah karena jarak tempuh untuk mengangkut hasil panen sudah dekat biaya upahnya pun tidak tinggi” (wawancara, tanggal 22 Nopember 2009

 Hasil wawancara di atas menjelaskan  bahwa, kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh gampong dalam rangka menyediakan fasilitas sarana prasarana umum untuk kepentingan masyarakat, telah mampu   memberikan manfaat positif kepada masyarakat. Gampong Meunasah Drang tingkat realisasi kegiatan pembangunan (pembuatan talud jalan usaha tani) sekitar 70 % dari (388 M) sudah selesai dikerjakan sesuai dengan dana yang telah diterima tahap I 50 % yaitu sebesar Rp. 50.000.000,- apabila dana tahap ke II tidak dikucurkan maka kegiatan pembangunan talud jalan tersebut tidak dapat dilanjutkan, dikhawatirkan bagian pekerjaan yang belum diselesaikan   akan rawan erosi sehingga sukar dilewati oleh para petani dan arus transport hasil panen menjadi terkendala. Akhirnya manfaatnya tidak sepenuhnya dapat dinikmati masyarakat karena pembangunannya masih terbengkalai. Jika pekerjaan talut jalan dapat  diselesaikan dengan tuntas sangat memberi kemudahan kepada masyarakat tani dalam mengangkut hasil panen, biaya yang dikeluarkan akan menjadi lebih ringan. Selanjutnya masyarakat yang memiliki sawah disekitar lokasi pembangunan talut jalan yang sudah dikerjakan telah dapat merasakan manfaat hasil pembangunan talud jalan, dimana biaya yang mereka keluarkan pada masa panen sekarang lebih ringan, karena sudah mudah dilalui, untuk mengangkut hasil panen tidak sukar lagi.
         Berkaitan dengan manfaat program BKPG juga dijelaskan oleh  para fasilitator tehnik sebagai berikut :
 “ Dengan adanya Program Bantuan Keuangan Pemakmu Gampong (BKPG) masyarakat memperoleh manfaat diantaranya memberikan kesempatan kerja (perluasan kerja), meningkatkan kapasitas masyarakat,  dapat meningkatkan akses ekonomi masyarakat, masyarakat telah mampu mengelola  program”  (wawancara dengan Hamdani, AMD., 20 Nopember 2009).

Hal senada juga disampaikan oleh Edy Jaya Saputra, S.Kom bahwa:
“Dengan adanya program BKPG banyak memberikan manfaat kepada masyarakat gampong.  Dilihat dari jenis kegiatan yang terdanai diantaranya : adanya pembangunan jalan membuka akses ekonomi masyarakat, memudahkan transportasi masyarakat (mudah dilalui). Pembangunan irigasi dapat meningkatkan hasil panen, yang dulunya setahun sekali panen dapat meningkatkan setahun 2 kali panen, hasil panennya juga lebih meningkat, dapat meningkatkan incam masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat memperoleh pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat, memperoleh kesempatan kerja. Jumlah masyarakat miskin yang terlibat dalam program mencapai 75 %” (wawancara, 20 Nopember 2009).

Selanjutnya uraian serupa juga dijelaskan oleh Raihan  menjelaskan bahwa:
“Dengan adanya program Bantuan Keuangan Pemakmu Gampong (BKPG), masyarakat merasakan manfaat dari kegiatan program diantaranya dengan adanya pembangunan jalan memudahkan arus transportasi  masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan tersedianya  irigasi maka dapat meningkatkan hasil panen masyarakat karena yang dulunya 1 tahun sekali panen sekarang bisa setahun 2 kali panen, dalam setiap hasil panen  hasilnyapun lebih meningkat.  Meningkatnya   hasil panen  juga akan meningkat pendapatan masyarakat, tingkat konsumsi masyarakat juga meningkat sehingga kualitas hidup/kesejahteraan masyarakat juga dapat meningkat” (wawancara, 21 Nopember 2009).

Pernyataan di atas sangat relevan dengan fasilitator lainnya, Syukri, ST juga menjelaskan bahwa:
 “ kegiatan sarana  fisik memberikan manfaat khusus bagi orang miskin dalam pelaksanaan dan penggunaannya. Contoh, dalam pelaksanaan kegiatan program masyarakat miskin ikut serta bekerja mulai dari tahap pelaksanaan dan pelestarian di desa. Kemudian dalam hal pemanfaatan dana BKPG yang telah dicairkan tahap I (50 %) sangat efektif dimana dilihat dari hasil pekerjaan dengan jumlah dana yang tersedia mereka bisa bekerja  melebihi target “ (Wawancara, 4 Desember 2009).

Pernyataan di atas dipertegas oleh aparatur pemerintah, seperti Sekretaris Camat Kecamatan Muara Batu, menjelaskan  bahwa, “Kegiatan program BKPG  sangat bermanfaat kepada masyarakat, yaitu adanya perluasan kerja dan hasil kegiatan dinikmati langsung oleh masyarakat” (wawancara, 4 Desember 2009). Selanjutnya Geuchik Gampong Cot Trueng, Mukhtar Syamsyah, menjelaskan sebagai berikut :
“ Dengan adanya program bantuan dana BKPG untuk pembuatan jalan lingkungan (jalan rabat beton) sangat bermanfaat bagi masyarakat cot Trueng mengingat 70 % masyarakatnya bidang usaha ayam potong. Jalan lingkungan sangat dibutuhkan masyarakat untuk kelancaran arus transportasi, apalagi di musim hujan selama ini air tergenang dan becek, dengan adanya jalan rabat beton memudahkan arus transportasi masyarakat dan sangat menunjang usaha ekonomi masyarakat” (Wawancara, 5 Desember 2009).

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pedesaan, Abubakar, S.Sos, menyatakan bahwa :
“Dampak kucuran dana program BKPG sangat banyak kepada masyarakat, karena pengelolaan anggaran tersebut dikelola langsung oleh masyarakat dan pengerjaan proyek juga  dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, dan anggaran dana BKPG juga tersedia untuk modal usaha dengan sendirinya akan menambah income bagi masyarakat” (wawancara, 17 Desember 2009).

Pernyataan yang serupa juga dikatakan oleh geuchik gampong Meunasah Lhok, Iqbal sebagai berikut:
“Kucuran dana program BKPG sangat memberikan dampak manfaat positif kepada masyarakat, karena masyarakat sendiri yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan mulai dari muresbang gampong untuk menyusun program pembangunan gampong, masyarakat sendiri yang mengelola, dan melaksanakan kegiatan. Anggaran dana BKPG dimanfaatkan untuk kegiatan SPP (penambahan modal) dan sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan irigasi, maka dengan adanya irigasi pengaliran air kesawah akan lebih lancar dan pendistribusian  air ke sawah lebih baik dan merata,  penyakit hama dapat dihindari, hasil panen padi dapat lebih meningkat, maka dapat meningkatkan incam  masyarakat dan kesejahteraan masyarakat akan  lebih baik” (wawacara, 18 Desember 2009). 
Uraian di atas menjelaskan bahwa dengan tersedia talud jalan usaha tani, telah memberikan dampak yang lebih baik kepada masyarakat setempat, pengeluaran masyarakat untuk mengangkut hasil panen jadi lebih ringan karena jarak tempuh sudah mudah dan dekat (karena tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit), berarti dengan pengeluaran biaya lebih rendah  dapat menambah incam masyarakat petani tentunya dapat memenuhi keperluan hidup sehari-hari, semakin meningkat pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan sendirinya kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. 
            Disamping itu, memperlihatkan bahwa dari kegiatan pogram BKPG baik kegiatan  pembangunan fisik dan non fisik yang dilaksanakan oleh masing-masing gampong sangat memberikan manfaat kepada masyarakat. Dengan tersedianya fasilitas sarana prasarana umum seperti pembangunan jalan lingkungan, sangat menunjang aktifitas kegiatan usaha ekonomi masyarakat yang tentunya akan memberikan dampak peningkatan positif terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Berikut ini hasil wawancara dengan masyarakat Keude Mane, Ainol Marziah, juga menunjukan manfaat lansung dari BKPG. Ia menjelaskan bahwa:
“Pembangunan Polindes yang didanai dari  Program Bantuan Keuangan Pemakmu Gampong, sangat dibutuhkan masyarakat karena selama ini masyarakat Keude Mane untuk berobat dan membutuhkan bidan desa harus ke gampong Pante Gurah, dengan tersedianya polindes akan memudahkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan” (wawancara, 16 Desember 2009).

Hal yang senada juga disampaikan oleh masyarakat Keude Mane lainnya, yaitu:
 “Dengan adanya polindes akan memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat, pelayanan kesehatan lebih mudah diberikan kepada masyarakat, misalnya pelayanan  Pos Yandu dapat  tersedia fasilitas yang lebih memadai, masyarakat yang membutuhkan pelayanan perobatan dari bidan desa maka  pelayanan dapat dilaksanakan di polindes. Selama ini kegiatan Pos Yandu diadakan di balai desa, alat fasilitas pos yandu juga ditempatkan di kantor kepala desa / geuchik” (wawancara, 16 Desember 2009).

Hal ini diperkuat oleh pernyataan fasilitator, Fuad, AMD., menjelaskan bahwa:
“Pembangunan Polindes sangat dibutuhkan masyarakat Keude Mane untuk memperoleh bantuan pelayanan kesehatan karena desa-desa lain sudah memiliki gedung polindes. Di desa Keude Mane Bidan Desa sudah  ada, tapi karena tidak ada fasilitas dan tempat tinggal bides melakukan aktivitas hanya di siang hari.  Jika masyarakat membutuhkan bantuan pelayanan bides pada malam hari masyarakat harus   pergi ke Polindes Gampong Pante Gurah, Tanoh Anoe atau ke Puskesmas Muara Batu.  Dengan adanya Polindes sangat memberikan manfaat kepada masyarakat, diantaranya (1) Bidan desa dapat tinggal di desa maka setiap waktu masyarakat membutuhkan pertolongan bides, lebih cepat mendapat pertolongan tidak perlu lagi pergi ke gampong/desa lain.  (2) kegiatan posyandu sudah terpusat di Polindes. Selama ini kegiatan posyandu dilakukan di balai desa atau di meunasah. Alat-alat pos yandu selama ini disimpan di Kantor Lurah maka dengan adanya gedung polindes semua peralatan posyandu dapat disimpan di polindes” (wawancara, 18 Desember 2009).

Berkaitan dengan dampak program BKPG terhadap kesejahteraan masyarakat, konsultan Manajemen (KM-Kab) Ir. Rusydi, menjelalskan bahwa:
“Dampak lansung kecuran Program BKPG terhadap kesejahteraan masyarakat tidak dapat diukur secara tegas, kecuali pendapatan masyarakat yang ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan proyek. Artinya dengan adanya proyek tersebut tentu masyarakat bekerja dan memperoleh gaji”. Selanjutnya ia menjelaskan juga tentang mekanisme penentuan penerima manfaat dari SPP adalah akan dilaksanakan sebagaimana program PNPM. Masyarakat bermusyawarah untuk menentukan kriteria penerima manfaat, setelah itu baru dipilih orangnya sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan bersama. Kriterianya  setiap desa dapat berbeda, seperti tidak punya rumah, rumah dari kayu, tidak memiliki lahan sawah/ladang sendiri” (wawancara, 7 Januari 2010). 


BKPG, Pemeliharaan Perdamaain dan Pencegahan Muncul Konflik Baru      Perdamaian bukan saja memberikan rasa aman, tetapi juga merupakan modal awal untuk percepatan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu dipelihara dan beragam potensi konflik perlu diredam atau diminimalisir guna mencegah munculnya konflik baru. Mencegah konflik di daerah pasca konflik merupakan langkah yang signifikan untuk memelihara dan membangun perdamaian, karena pencegahan konflik sama esensinya dengan pemeliharaan perdamaian itu sendiri (Lambang, 2007: 4). Untuk mencegah konflik di daerah pasca konflik tentu perlu diperhatikan sejarah latar belakang lahir konflik dan dinamikanya yang terdahulu. Mengingat rentetan konflik Aceh salah satu sebabnya adalah ketimpangan ekonomi atau keterbatasan sumber perdapatan. Hal ini sesuai pendapat Ohn (1992:  4) internal devision and violent confrontation are natural responses of depressed groups to differencial development and unegual access to jobs, incomes and opportunities. Untuk itu pada level komunitas, pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian perlu dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan membuka dan meningkatkan sumber pendapatan.
Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan BKPG telah dilakukan secara partisipatif dan manfaat positif pun telah dirasakan oleh masyarakat, baik secara lansung maupun tidak lansung, yang berefek pada perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dideskripsikan di atas, dengan adanya program BKPG telah membuka peluang kerja bagi masyarakat, semipermanen (menjadi pendamping), dan temporer (menjadi buruh bangunan), mempermudah/mempercepat transportasi dalam pengangkutan hasil panen atau komuditi yang dapat memperkecil biaya transportasi, melancarkan pengairan pesawahan yang mampu meningkatkan produksi/panen. Selain manfaat ekonomi, BKPG jug telah berdampak terhadap peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat melalui pembangunan Posyandu dan Polindes.
Realitas pelaksanaan BKPG seperti diuraikan di atas tentu sangat memungkinkan pencegahan konflik baru dan pengekalan perdamaian jika merujuk pada penyebab konflik yang dinyatakan oleh Ohn sebagaimana telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya. Hal serupa juga dinyatakan Yilmaz (2005: 36) salah satu focus untuk resolusi konflik internal adalah tindakan ekonomi, “….A fourth focus for internal conflict resolution would be the action to address economic inequalities between or among groups that seem to be a contributory factor in many violent internal strives”. Selanjutnya ia sepakat dengan Lijphart bahwa demokrasi pun dapat mencegah konflik, “Democracy can be quite helpful for conflict prevention and resolution in multi-ethnic societies”.
Pelaksanaan BKPG secara parisipatif tentu dengan sendirinya juga melakukan program secara demokrasi tanpa membatasi pihak-pihak tertentu untuk terlibat dalam program tersebut sesuai dengan kapasitas dan profesionalitas masyarakatnya masing-masing. Atas dasar penulis yakin bahwa BKPG telah berdampak positif terhadap perdamaian dan pencegahan konflik baru. Disamping itu, BKPG juga sebagai pemunuhan ekspektasi masyarakat terhadap perdamaian. Perdamaian tanpa perubahan positif bagi masyarakat, terutama bidang ekonomi sama dengan “hidup hampa” penuh dengan imajinasi tanpa realita. Sebagamana dikatakan Johan Galtung (dalam Heryawan, 2009:1), perdamaian dapat bersifat negatif dan positif. Menurutnya, perdamaian yang negatif bermakna suatu kondisi di mana tidak ada konflik yang terjadi, sementara perdamaian yang positif adalah selain tidaknya konflik juga tercapainya suatu kondisi kesejahteraan & keadilan sosial di masyarakat

KESIMPULAN DAN SARAN
              Program Bantuan  Keuangan Peumakmu Gampong (BKPG) dilaksanakan berdasarkan usulan masyarakat gampong. Kegiagatan diperioritaskan berdasarkan kebutuhan masyarakat masing-masing gampong, sehingga terjadi differensiasi kegiatan antargampong. Pelaksanaan BKPG telah memberi manfaat yang sangat positif  kepada masyarakat, income masyarakat dapat meningkat melaui peluasan dan pembukaan lapangan kerja, efek proyek pembangunan seperti talut jalan dan saluran persawahan menyebabkan masyarakat mudah, murah dan cepat dalam melakukan trasportasi dan lahan pertanian mencukupi air, sehingga produksi panen meningkat. Begitu juga dengan pembangunan Posyandu dan Poslindes telah meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarat. Realitas ini tentu memberikan dampak positif pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
                Kondisi seperti ini, masyarakat merasakan indah dan nikmatnya perdamaian. Di mana perdamaian tidak saja membuat mereka keluar dari cengkraman konflik, tetapi juga membawa nikmat. Masyarakat harmonis dalam kekenyangan, bukan dalam kelaparan yang pada lama-kelamaan mereka saling bersaing dan bertikai terhadap sumber pendapatan yang terbatas, atau merampas milik/hak orang lain untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
Berdasarakan uraian di atas penulis menyarankan kepada Pemerintah Aceh, kedepannya bantuan keuangan untuk gampong agar dapat ditingkatkan, dan pengalokasiannya juga diperluas tidak hanya terbatas pada pembangunan fisik dan simpan pinjam perempuan, tetapi juga pada pemberdayaan pemuda yang putus sekolah melalui capasity building melalui pendidikan dan pelatihan yang memungkinkan mereka menjadi educated and skilled, sehingga professional dalam melaksanakan kegiatan ekonominya.

KEPUSTAKAAN

Abdul Rachman. Dkk., 2004, Negara dan Masyarakat dalam Konflik Aceh; Studi tentang Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Penyelesaian Konflik Aceh, Jakarta: LIPI

Heryawan, Ahmad, 2009, Kemandirian Ekonomi sebagai Upaya Perdamaian, http://www.ahmadheryawan.com

Ilyas, Mukhlisuddin, 2008, Aceh dan Romantisme Politik, Banda Aceh: BANDAR PUBLISHING
Isa Sulaiman, 2000, Aceh Merdeka; Ideologi, Kepemimpinan dan Gerakan, Jakarta: Pustaka Al-Kausar

Lambang, Trijono, 2007, Peran Masyarakat Sipil dalam Memelihara Perdamaian: dari Reaktif ke Proaktif, http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper.

Masyhuri, dkk., 2001, Menyikap Akar Persoalan Ketimpangan Ekonomi di Daerah, Jakarta: PT. Pamator.

Ohn, Mahn-Geum, 1992, Modernization, Social Cleavage and Political Integration, Journal Korea of Population and Development, Vol. 21, http://isdpr.org/isdpr/publication/journal
Suadi, 2009, Kawan Jadi Lawan; Analisis Relasi SIRA dan GAM dalam Perpolitikan di Aceh, Banda Aceh: ARTI
Tipe, Syarifuddin, 2000, Aceh di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pustaka Cidesindo

Yilmaz, Muzaffer Ercan, 2005, Resolving Internal Conflicts in the Post-Cold War Era:Is Peacekeeping Enough?, Journal of Economic and Social Research 8(2), http://www.fatihun.edu.tr.

Ilyas, Mukhlisuddin, 2010, Aceh Rentan Konflik, http://www.serambinews.com/news






[*] Dosen sosiologi pada Program Studi Sosiologi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh, email: suadisostro@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar